About Me
- Unknown
Blog Archive
Diberdayakan oleh Blogger.
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
Translate
music
Waktu
Blog Archive
kalender
Jumat, 22 Mei 2015
Posisi Al-Qur’an dan Al-Hadist Dalam Filsafat Pendidikan Islam
Disusun Oleh : M. Surahmat (932122913)
A. Pendahuluan
Dewasa ini tentunya kita sudah tahu tantang apa itu Al-Qur’an dan Hadist. Namun tahukah anda bahwa masih banyak orang-orang bahkan mahasiswa yang belum mengerti tentang posisi kedua sumber hukum tersebut dalam islam maupun Filsafat Pendidikan Islam. Mereka mungkin hanya mengetahui bahwa Al-Qur’an dan Hadist itu hanya sebatas simbol yang menandakan bahwa mereka adalah orang islam tanpa mengetahui lebuh jauh peran dan posisi Al-Qur’an dan Hadist, apa lagi dalam filsafat pendidikan islam. Oleh karena itu pemakalah menyusun makalah dengan tema “Posisi Al-Qur’an Dan Hadist Dalam Filsafat Pendidikan Islam” demi menambah wawasan pembaca terutama bagi pemakalah sendiri.
Adapun masalah yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini diantaranya mengenai apa pengertian Filsafat Pendidikan Islam, bagaimana metode pendidikan menurut Al-Qur’an dan Hadist, apa yang dimaksud Nalar Burhani, Nalar Irfani dan Nalar Bayani serta bagaimana posisi Al-Qur’an dan Hadist dalam Filsafat Pendidikan Islam.
Filsafat Pendidikan Islam adalah pemikiran-pemikiran yang dijadikan landasan atau asas pendidikan yang berdasar pada Al-Qur’an dan Hadits dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan pendidikan islam. Dalam Al-Qur’an dan Hadist juga terdapat banyak metode pendidikan yakni metode teladan (contoh yang baik), kisah-kisah, diskusi, pengungkapan materi yang jelas dan penciptaan suasana kelas yang kondusif dan menyenangkan.
Al-Qur’an dan Hadist selain banyak memberikan metode-metode pendidikan juga mendapat posisi penting dalam Filsafat Pendidikan Islam yakni sebagai dasar pijakan utama atau dasar pemikiran dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan pendidikan islam. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi diri pribadi penulis dalam rangka menambah wawasan keilmuan dan memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.
B. Pembahasan
1. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat pendidikan islam berasal dari tiga kata yakni filsafat, pendidikan dan islam. Filsafat berasal dari dua patah kata bahasa Yunani yaitu philos yang berarti cinta dan sophia yang artinya kebijaksanaan atau kepahaman yang mendalam. Jadi pengertian filsafat secara bahasa adalah cinta terhadap kebijaksanaan. Filsafat menurut istilah berarti berfikir secara mendalam, menyeluruh, sistematis dan spekulatif untuk mencari hakekat sesuatu. John Dewey mengatakan bahwa filsafat adalah teori umum bagi pendidikan, karena ia merupakan landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Sedangkan pendidikan Menurut W. J. S. Poerwadarminta adalah suatu proses perubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.
Islam menurut Harun Nasution adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan oleh Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhāmmad SAW sebagai Rasul yang ajaran-ajarannya mengambil dari berbagai aspek dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Berdasarkan definisi dari masing-masing kata diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan islam adalah pemikiran-pemikiran yang dijadikan landasan atau asas pendidikan dengan berdasar pada norma-norma islam (Al-Qur’an dan Hadits) demi menuju terbentuknya kepribadian islami. Selain itu juga untuk memberikan penjelasan-penjelasan dalam rangka membantu menyelesaikan atau memecahkan masalah yang muncul dalam pendidikan islam.
2. Metode Pendidikan Menurut Al-Qur’an dan Hadits
a. Metode Pendidikan Menurut Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW lewat perantara malaikat Jibril sebagai pedoman bagi seluruh umat manusia. Al-Qur’an diturunkan secara beransur-ansur supaya mudah dipahami dan dihafal oleh umat muslim. Dalam Al-Qur’an banyak sekali cara-cara atau metode dalam melakukan pendidikan diantaranya adalah :
1) Metode pendidikan moral atau teladan yang baik, sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Luqman ayat 17 :
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (17)
Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”.
Dalam surat Luqman ini sangat dianjurkan bagi pendidik untuk menjadi teladan yang baik karena peserta didik cenderung akan meniru dan melakukan sesuatu yang mereka lihat dari tingkah laku pendidik sehari-hari, sebagaimana yang dilakukan Luqman dalam mendidik anaknya. Selain itu Allah swt juga menganjurkan untuk mencontoh perilaku Nabi Muhammad SAW karena beliaulah sebaik-baiknya teladan, sebagaimana firman Allah dalam surat Al -Ahzab ayat 21 :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْم الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (21)
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa Allah sangat menganjurkan perbuatan baik dan melarang perbuatan yang mungkar. Anjuran ini sangat tepat diterapkan dalam pendidikan karena pendidikan tanpa moral tidak akan menghasilkan generasi-generasi yang baik. Sebaliknya malah akan menciptakan generasi yang rusak dan tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakan para pendidik.
2) Metode Kisah-Kisah
Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang menceritakan tentang kisah-kisah zaman dahulu yakni surat Al-Qashash. M. Quraish Shihab memberikan contoh pada surat Al-Qashash ayat 76-81 yang bercerita tentang Qarun. Qarun merupakan contoh dari manusia yang tidak bersyukur atas nikmat Allah kepadanya. Dia mengakui bahwa semua harta yang ia peroleh adalah atas hasil usahanya sendiri. Namun pada suatu hari terjadilah gempa yang sangat dahsyat yang mengakibatkan Qarun dan semua hartanya tenggelam dalam lautan pasir. Pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah tersebut adalah jangan lupa bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepada kita serta jangan sombong terhadap sesuatu yang kita miliki karena yang kita miliki hanyalah titipan dan sewaktu-waktu dapat diambil kembali oleh Allah.
3) Metode Nasihat
Nasihat merupakan ungkapan yang diperuntukkan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Nasihat bertujuan untuk mendorong seseorang untuk berubah kearah yang lebih baik. Dalam Al-Qur’an banyak sekali nasehat-nasehat, diantaranya terdapat dalam surat An Nahl ayat 25:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (125)
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa dalam memberi nasehat haruslah dengan ungkapan yang baik karena nasehat yang ungkapannya tidak baik tentu akan menyakiti hati yang diberi nasehat. Oleh karena itu berilah mereka pelajaran atau contoh yang baik dan jika mereka membantah, bantahlah dengan baik. Dengan begitu nasehat yang kita berikan akan diterima dan akan membantu mereka yang sedang dalam kesusahan.
b. Metode Pendidikan Menurut Hadits
Hadits merupakan perkataan, perbuatan dan ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Hadits juga merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Hadits menjadi penjelas makna ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat umum agar manusia tidak salah paham dalam memahami makna yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Dalam hadits juga terdapat metode-metode pendidikan yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya adalah :
1) Menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan.
عَنْ أَبِى بُرْدَةَ عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا بَعَثَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِهِ فِى بَعْضِ أَمْرِهِ قَالَ « بَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا وَيَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا ».(رواه مسلم)
Artinya : “Dari Abu Burdah dari Abu Musa, ia berkata Rasulullah SAW ketika mengutus salah seorang sahabat di dalam sebagian perintahnya Rasulullah SAW bersabda berilah mereka kabar gembira dan janganlah mereka dibuat lari dan permudahkanlah manusia dalam soal-soal agama dan janganlah mempersukar mereka”. (HR. Imam Muslim)
Dalam Hadits diatas sebagai pendidik haruslah menciptaan suasana yang kondusif dan menyenangkan agar para peserta didik betah dikelas, selain itu agar suasana dalam kelas tidak cenderung suram karena murid merasa tertekan karena watak atau perilaku pendidik yang tidak bisa diajak bercanda. Jika murid tidak betah dikelas karena sifat pendidik yang terkesan buruk bagi siswa, mereka akan sulit menerima ilmu yang diberikan guru kepadanya dan akan menciptakan rasa benci terhadap guru tersebut.
2) Pengungkapan materi yang jelas
Dalam menyampaikan materi kepada murid haruslah dengan jelas agar murid dapat mengerti apa yang disampaikan guru kepadanya. sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud :
عَنْ عَائِشَةَ رَحِمَهَا اللّهُ قَالَتْ كَانَ كَلاَمُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلاَمًا فَصْلاً يَفْهَمُهُ كُلُّ مَنْ سَمِعَهُ (رواه ابو داود)
Artinya :“Dari Aisyah Rahimah Allah berkata, sesungguhnya perkataan Rasulullah adalah ucapan yang sangat jelas, dan dapat memahamkan orang yang mendengarkannya”. (HR. Abu Dawud)
Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa Rasulullah dalam menyampaikan penjelasannya menggunakan gaya dan bahasa yang mudah dipahami bagi seseorang yang diajak bicara. Oleh karena itu sebagai pendidik harus menyesuaikan kemampuannya dengan murid yang dihadapinya agar murid dapat mengerti dan memahami apa yang disampaikan pendidik.
3) Metode tanya jawab dan diskusi.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَجُلٌ يَارَسُوْلُ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ الصُّحْبَةِ ؟ قَالَ أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أَبُوْكَ ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ (رواه مسلم)
Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a Berkata : ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasul. Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak saya hormati? Beliau menjawab : “Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian ayahmu, kemudian yang lebih dekat dan yang lebih dekat dengan kamu”. (HR. Muslim)
Dalam hadits diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa, Rasulullah menggunakan metode diskusi dan tanya jawab sebagai strategi pembelajaran. Beliau menjawab semua pertanyaan sahabatnya begitu juga sebaliknya.
Demikian juga dalam pendidikan, metode diskusi sangat efektif dalam melakukan pembelajaran karena dengan berdiskusi akan menciptakan hubungan timbal balik antara guru dan murid,
sekaligus guru dapat mengukur seberapa dalam pemahaman murid dalam menguasai materi yang diberikan.
3. Posisi Al-Qur’an dan Hadist Dalam Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat pendidikan islam adalah proses berfikir yang mendalam, menyeluruh dan sistematis yang berdasarkan pada dasar-dasar islam yakni Al-Qur’an dan Hadits. Dalam hal ini posisi Al-Qur’an dan Hadits dalam Filsafat Pendidikan Islam sangat penting yakni sebagai dasar pemikiran tentang pendidian islam. Al-Qur’an diturunkan tidak hanya untuk keimanan saja tetapi juga untuk pendidikan sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 31:
وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (31)
Artinya :“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
Dalam Hadist juga dijelaskan bahwa islam sangat mementingkan adanya pendidikan dan pengajaran, bahkan mengancam orang-orang yang mengetahui suatu ilmu namun tidak mengamalkannya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ
Artinya : “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa ditanya tentang suatu ilmu kemudian ia menyembunyikannya, maka pada hari kiamat ia akan dicambuk dengan cambuk dari neraka." (H. R Ibnu Majah)
Oleh karena itu kita harus mengamalkan ilmu yang kita peroleh kepada siapapun agar ilmu itu barokah dan bermanfaat serta terhindar dari kecaman Rasulullah diatas. Dalam memahami sesuatu belum cukup kalau hanya memahami apa, bagaimana dan manfaat benda itu, tetapi harus memahami sampai ke hakikat dari benda itu. Filsafat merupakan subjek yang mempelajari tentang suatu objek, dalam hal ini yaitu pendidikan islam. Oleh karena itu dalam mempelajarinya pendidikan islam hendaknya selalu didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist karena dengan begitu hasilnya tidak akan keluar dari Al-Qur’an dan Hadist serta mudah diterima dan dipahami oleh orang banyak terutama bagi pelajar.
4. Nalar Bayani, Nalar Burhani Dan Nalar Irfani
Nalar Bayani adalah aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis dengan cara menganilis teks. Sumber teks dalam studi Islam dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni : teks nash (al-Qur`an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW) dan teks non-nash berupa karya para ulama. Adapun corak berpikir yang diterapkan dalam ilmu ini cenderung deduktif, yakni mencari (apa) isi dari teks (analisis content).
Sebenarnya model berpikir semacam ini sudah lama dipergunakan oleh para fuqaha', mutakallimun dan ushulliyun. Mereka banyak berpendapat bahwa bayani adalah pendekatan untuk :
a) Memahami atau menganalisis teks guna menemukan atau mendapatkan makna yang dikandung dalam (atau dikehendaki) lafadz, dengan kata lain pendekatan ini dipergunakan untuk mengeluarkan makna zahir dari lafz dan 'ibarah yang zahir pula; dan
b) mengambil istinbat hukum-hukum dari al-nusus al-diniyah dan al-Qur'an khususnya.
Karena fungsinya untuk menganallisis teks, maka nalar bayani menggunakan alat bantu (instrumen) berupa ilmu-ilmu bahasa dan uslub-uslubnya serta asbabu al-nuzul, dan istinbat atau istidlal sebagai metodenya.
Nalar Burhani adalah pengetahuan yang diperoleh dari indera, percobaan dan hukum -hukum logika. Maksudnya bahwa untuk mengukur atau benarnya sesuatu adalah berdasarkan komponen kemampuan alamiah manusia berupa pengalaman dan akal tanpa teks wahyu suci, yang memuncukan peripatik. Maka sumber pengetahuan dengan nalar burhani adalah realitas dan empiris yang berkaitan dengan alam, social, dan humanities. Artinya ilmu diperoleh sebagai hasil penelitian, hasil percobaan, hasil eksperimen, baik di labolatorium maupun di alam nyata, baik yang bersifat alam maupun social. Corak model berpikir yang digunakan adalah induktif, yakni generalisasi dari hasil-hasil penelitian empiris.
Nalar Burhani mendasarkan diri pada kekuatan rasio melalui instrumen logika (induksi, deduksi, abduksi, simbolik, proses, dll.) dan metode diskursif (bathiniyyah) dalam memperoleh kebenaran.
Nalar Irfani adalah pendekatan pemahaman yang bertumpu pada instrumen pengalam batin, dhawq, qalb, wijdan, basirah dan intuisi. Sedangkan metode yang dipergunakan meliputi manhaj kashfi dan manhaj iktishafi. Pendekatan 'irfani banyak dimanfaatkan dalam ta'wil. Ta'wil 'irfani terhadap Al-Qur'an bukan merupakan istinbat, bukan ilham, bukan pula kashf. tetapi ia merupakan upaya mendekati lafz-lafz Al-qur'an lewat pemikiran yang berasal dari dan berkaitan dengan warisan 'irfani yang sudah ada sebelum Islam, dengan tujuan untuk menangkap makna batinnya.
C. Kesimpulan
Filsafat Pendidikan Islam adalah pemikiran-pemikiran yang dijadikan landasan atau asas pendidikan yang berdasar pada Al-Qur’an dan Hadits. John Dewey mengatakan bahwa filsafat adalah teori umum bagi pendidikan, karena ia merupakan landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan.
Dalam Al-Qur’an juga terdapat banyak metode pendidikan yakni Metode pendidikan moral (teladan yang baik), Metode kisah-kisah, dan Metode nasihat. Selain dalam Al-Qur’an, dalam hadis juga terdapat cara-cara atau metode dalam mendidik manusia antara lain: Menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan, Pengungkapan materi yang jelas dan Metode tanya jawab serta diskusi.
Selain mempunyai banyak metode pendidikan, Al-Qur’an dan Hadist juga mendapat posisi yang penting dalam Filsafat Pendidikan Islam yakni sebagai dasar pijakan atau pemikiran utama dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan pendidikan islam.
Nalar Bayani adalah aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis dengan cara menganilis teks yang berasal dari teks nash (al-Qur`an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW) dan teks non-nash berupa karya para ulama. Adapun metodenya yakni berupa ilmu-ilmu bahasa dan uslub-uslubnya serta asbabu al-nuzul, dan istinbat atau istidlal dalam memperoleh suatu pemahaman.
Nalar Burhani adalah pengetahuan yang diperoleh dari indera, percobaan dan hukum -hukum logika. Sumber pengetahuan dengan nalar burhani adalah realitas dan empiris yang berkaitan dengan alam, social, dan humanities. Nalar ini mendasarkan diri pada rasio dalam memperoleh suatu kebenaran.
Nalar irfani adalah pendekatan pemahaman yang bertumpu pada instrumen pengalam batin, dhawq, qalb, wijdan, basirah dan intuisi. Sedangkan metode yang dipergunakan meliputi manhaj kashfi dan manhaj iktishafi.
Daftar Pustaka
As Said, Muhammad. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Mitra Pustaka. 2011.
Juwariyah. Hadist Tarbawi. Yogyakarta: Teras. 2010.
Munir, Ahmad. Falsafah Al-Qur’an. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press. 2008.
Nata, Abuddin. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2011.
Nawawi, Imam. Terjemahan Riyadlus Shahih Al Bukhari jilid 1. Jakarta : Pustaka Amani. 1999.
S, Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. 2012.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an . Bandung: Mizan, 1982.
Sudiyono, H. M. Ilmu Pendidikan Islam Jilid 1. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.
“Posisi Al-Quran Dan Sunnah Dalam Filsafat Pendidikan Islam”, Wordpress on line, https://www.wordpress.com/2014/04/24/.html, diakses tanggal 2 Pebruari 2015.
“Hadist Tentang Metode Pendidikan”, Blogspot on line, http://www. dillanazaly. blogspot.com/2013/10/.html, diakses tanggal 1 Pebruari 2015.
CABANG-CABANG KAIDAH AL-DHARARU YUZALU
CABANG-CABANG KAIDAH AL-DHARARU YUZALU
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ushul fiqh merupakan ilmu yang membahas tentang dasar hukum islam. Dalam ushul figh terdapat kaidah-kaidah fiqhiyah salah satunya kaidah Al-dharar yuzalu. Kaidah ini juga mempunyai cabang-cabang, Namun kebanyakan orang bahkan mahasiswa belum tahu tentang cabang-cabang dari kaidah ini. Oleh karena itu pemakalah menyusun makalah ini dengan tema cabang-cabang Al-dharara yuzalu.
Kaidah asasiyyah أَلضَّرَرُيُزَالُ yaitu kaidah yang membahas tentang kemudaratan itu memang harus dilihangkan, terlebih dalam kondisi darurat, maka yang diharamkan pun boleh dilakukan. Yang mana maksud dari keadaan darurat itu bisa berakibat fatal bila mana tidak diatasi dengan cara-cara seperti itu. Oleh karena itu hukum Islam membolehkan untuk meninggalkan ketentuan-ketentuan wajib bila mana sudah dalam keadaan yang sangat darurat.
أَلضَّرَرُيُزَالُ memiliki 8 cabang yaitu اَلضَّرُورَات تُبِيْعُ الْمَحْظُوْرَاتِ (1, اَلضُّرُوْرَاتُ تُقَدَّ رُبِقدَرِهاَ مَاأُبِيحَ (2, مَاجَازَ لِعُذْرٍ بَطَلَ بِزَوَالِهِ (3, اَلضَّرَرُ لاَيُزَلاَ يُزَالُ باَلضَّرَرِ (4, إِذَاتَعَارَضَ مَفْسَدَتاَنِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَاضَرَرًاباِرْتِكاَبِ أَخَفِّهِماَ (5, دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ (6, فَإِذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَةٌ وَمَصْلَحَةٌ قَدِّمَ دَفْعُ الْمَفْسَدَةِ غَالِبًا (7, اَلْحاَجَةُ تُنَزَّ لُمَنْزِلَةَ الضُّرُوْرَةِ عَامَّةًكَانَتْ أَوْخَاصَّةً (8, Semoga makalah ini dapat memberi manfaat terutama bagi pemakalah dan mahasiswa pada umumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kaidah Al-dhararu yuzalu ?
2. Apa saja cabang-cabang kaidah Al-dhararu yuzalu ?
3. Apa saja dasar dalil kaidah cabang Al-dhararu yuzalu ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kaidah
اَلضَّرَرُ يُزَالُ
“Kemudaratan itu harus dihilangkan”
Maksudnya ialah jika sesuatu itu dianggap sedang atau akan bahkan memang menimbulkan kemadaratan, maka keberadaannya wajib dihilangkan. Sekalipun demikian, kemadaratan itu tidak boleh dihilangkan dengan kemadaratan yang lain, sebagaimana yang disabdakan Nabi SAW:
لاَضَرَرَ وَلاَضِرَارَ
Artinya : “Tidak diperbolehkan membuat kemadharatan pada diri sendiri dan kemadharatan pada orang lain”.
Kaidah ini terkonkretisasi menjadi hukum fiqih yang bersifat particular, diantaranya bentuk-bentuk khiyar dalam transaksi jual beli, pembatasan wewenang (al hijr), hak syuf’ah oleh partner bisnis, tetangga, takzir, hudud, dan pembatasan manusia dalam masalah kepemilikan atau pemanfaatannya agar tidak menimbulkan bahaya bagi orang lain.
B. Kaidah yang merupakan cabang dari kaidah “al-dhararu yuzalu”, antara lain :
1. الضَّروْرَاتُ تُبِيْحُ المَخْظُوْرَاتِ
Artinya : “Kemudharatan itu membolehkan hal-hal yang dilarang”
Dasar dari kaidah ini ialah Firman Allah Swt:
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (173)
Artinya : “Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS: Al-Baqarah Ayat:173)
Jadi dari kaidah ini dapat disimpulkan, bahwa dalam keadaan (sangat) terpaksa, maka orang diizinkan melakukan perbuatan yang dalam keadaan biasa terlarang, karena apabila tidak demikian, mungkin akan menimbulkan suatu kemadhorotan pada dirinya.
Contoh: kasus kelaparan dan ia sedang menemukan makanan bangkai, jika tidak dimakan ia akan mati, maka baginya boleh memakannya.
2. مَاأُبِيحَ لِلضَّرُرَاتِ يُقَدَّرُ بِقَدَارِهَا
Artinya :“Sesuatu yang diperbolehkan karena kondisi dlarurot harus disesuaikan menurut batasan yang ukuran yang dibutuhkan dlorurot tersebut.”
Maksudnya sesuatu yang asalnya dilarang, lalu diperbolehkan lantaran keadaan yang memaksa (dlorurot), harus disesuaikan dengan kadar ukuran dlorurot yang sedang dideritanya, dan tidak boleh dinikmati sepuas-puasnya atau seenaknya saja, sebab kaidah ini memberikan batasan pada kemutlakan kaidah الضَّروْرَاتُ تُبِيْحُ المَخْظُوْرَاتِ. dimana kebolehan yang tekandung didalamnya hanya sekedar untuk menghilangkan kemadharatan yang sedang menimpa. Jadi yang membolehkan seseorang menempuh jalan yang mulanya haram tersebut karena kondisi yang memaksa (dhorurot). Manakala keadaannya tersebut sudah normal, maka hukum tersebut akan kembali menurut statusnya. Oleh sebab itu ajaran syara’ disini memberi batas didalam mempergunakan kemudahan karena darurat itu, dan menurut ukuran daruratnya ini semata-mata untuk melepaskan diri dari bahaya.
Contoh: Orang yang haus sekali dan tidak ada minuman kecuali khamr (minuman keras), maka baginya boleh meminumnya, tetapi hanya sekedar untuk mempertahankan hidupnya yang sedang terancam lantaran kehausan. Akan tetapi jika hausnya telah hilang, maka hukumnya kembali pada asal, yaitu haram.
ماَ جَازَ لِعُذْرٍ بَطَلَ بِزَوَالِهِ3.
Artinya : segala sesuatu yang kebolehannya karena adanya alasan kuat (uzur), maka hilangnya kebolehan itu disebabkan oleh hilangnya alasan.
Maksudnya ialah jika kemadharatan atau keadaan yang memaksa tersebut sudah hilang maka hukum kebolehan yang berdasar kemadharatan menjadi hilang juga. Artinya perbuatan boleh kembali keasal semula yakni terlarang. Seperti orang kelaparan yang tidak menemukan makanan kecuali bangkai, maka baginya boleh memakannya.
Dari adanya penjelasan panjang lebar tentang kasus-kasus seperti diatas dapat diambil pemahaman bahwa ketika kebolehan melakukan hal-hal karena adanya alas an yang bias diterima oleh syara’, jika alas an tersebut sudah tidak ada maka kebolehan tersebut kembali kepada semula, yaitu tidak boleh atau perbuatannya tidak sah atau haram. Misalnya : kasus orang bertayammum karena tidak ada air sebagai alasannya. Umpama ketika ia akan melaksanakan sholat. Ia melihat air atau menyangka ada air, maka status tayamumnya batal.
الضَّرَرُ لاَيُزَالُ بِالضَرَارِ4.
Artinya :“Kemudharatan itu tidak bisa dihilangkan dengan kemudharatan yang lain.”
Kaidah ini semakna dengan kaidah الضَّرَرُ لايُزَالُ بِمِثْلِهArtinya : “Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan yang sebanding.” Maksud kaidah ini adalah kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan cara melakukan kemudharatan lain yang sebanding keadaannya.
Contohnya:
a. Kasus hukum tidak bolehnya seorang dokter mengobati pasien yang memerlukan tambahan darah dengan cara mengambil darah pasien lain, dimana jika dari pasien tersebut diambil darahnya, penyakitnya akan bertambah parah.
b. Tidak ada kewajiban seseorang merobohkan sendiri tembok pagarnya yang mereng yang bias mencelakai orang yang lewat jika hal itu akan membahayakan dirinya sendiri. Makanya bahaya tidak dapat dihilangkan jika harus menimbulkan bahaya baru.
إِذَاتَعَارَضَ مَفْسَدَتاَنِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَاضَرَرًاباِرْتِكاَبِ أَخَفِّهِماَ5.
Artinya : “Jika ada dua bahaya berkumpul, maka yang dihindari adalah bahaya yang lebih besar dengan mengerjakan yang bahayanya lebih ringan.”
Maksud ialah jika ditemukan adanya pertentangan antara dua macam madlarat, maka yang harus diperhatikan adalah mana yang lebih besar bahayanya dengan melakukan yang lebih ringan.
Jadi, jika pada suatu saat terjadi secara bersamaan dua bahaya atau lebih, maka yang harus diteliti adalah mafsadah mana yang bobot nilainya lebih kecil dan lebih ringan efek sampingnya, sehingga yang lebih besar ditinggalkan dan yang lebih ringan dikerjakan.
Contohnya:
a. Membedah perut wanita yang sedang hamil, jika masih ada harapan bayi yang ada di dalamnya hidup, maka hukum membedah adalah boleh.
b. Boleh hukumnya orang tetap berdiam diri melihat adanya suatu kemungkaran, karena jika ia melakukan larangan (bertindak) akan membawa bencana pada dirinya sendiri.
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ .6
Artinya : mencegah bahaya itu lebih utama daripada menarik datangnya kebaikan.
Maksudnya ketika dalam realitas ditemukan adanya bahaya dan kebaikan berkumpul dalam satu kasus, maka yang harus diprioritaskan lebih dahulu adalah menangkal bahaya dengan mengabaikan kebaikan. Artinya hal-hal yang dilarang dan membahayakan itu lebih utama ditangkal daripada berusaha meraih kebaikan dengan cara menjalankan perintah keagamaan, sementara disisi lain dibiarkan terjadinya kerusakan.
Contohnya : kasus hukum diperbolehkannya meninggalkan shalat jum’at atau shalat jamaah karena adanya faktor sakit.
فَإِذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَةٌ وَمَصْلَحَةٌ قَدِّمَ دَفْعُ الْمَفْسَدَةِ غَالِبًا .7
Artinya: maka jika terjadi pertentangan antara factor menghilangkan mafsadah (kerusakan) dari satu pihak dengan factor mendatangkan kemaslahatan dipihak lain, maka prinsip menghilangkan mafsadah harus didahulukan dari faktor yang kedua.
Maksudnya jika dalam suatu perkara ditemukan adanya kemanfaatan dan kemadharatan, maka yang harus didahulukan adalah menghilangkan mafsadah karena akan dapat meluas dan menjalar kemana-mana, sehingga akan berakibat terjadinya mafsadah atau kerusakan yang lebih besar lagi. Seperti status hokum diharamkannya berjudi, minuman keras karena keduanya ada maslahah dan mafsadah, tetapi efek samping yang lebih besar adalah mafsadah.
Kaidah ini secara tektual sama dengan kaidah diatas, namun dalam kaidah ini sangat menekankan pada penghilangan mufsadat daripada mendatangkan suatu kemaslahatan. Sebab mufsadah dapat cepat menyebar kalau tidak segera diatasi.
الحَاجَةُ تَنْزِيْلَ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرِةِ عَامَةً كَانَتْ اَوْ خَاصَّةً .8
Artinya: “Kebutuhan itu terkadang disetarakan dengan kondisi darurat, baik kebutuhan umum atau khusus.”
Maksudnya ialah kebutuhan terkadang menempati posisi kemadlaratan, baik secara umum maupun khusus, yakni dalam artian hajat (kebutuhan) yang dalam kondisi tertentu bisa menjadi salah satu hal yang pada awalnya dilarang, kemudian berubah menjadi suatu hal yang diperbolehkan untuk dikerjakan.
Contohnya:
a. Pemerintah yang memiliki rencana akan melakukan pelebaran jalan demi mengurangi kecelakaan lalu lintas dikarenakan sudah sangat ramai, maka dari itu pemerintah berencana akan membongkar sebagian rumah warga. Dalam hal ini hal tersebut dibolehkan karena demi kepentingan orang banyak.
b. Kasus satatus hukum kebolehan melakukan transaksi jual-beli dengan cara “pesanan/ salam”. Hal ini pada dasarnya tidak sah, sebab barang yang akan dibeli sebagai objeknya tidak atau belum terwujud. Tetapi mengingat demi kelancaran bisnis, maka cara ini diperbolehkan dan status hukum jual-beli seperti ini dianggap sah.
.
C. Dasar dalil kaidah
Ayat-ayat al-qur’an dan al-hadits yang mengandung kaidah tersebut antara lain :
وَلا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ وَلا تَتَّخِذُوا آيَاتِ اللَّهِ هُزُوًا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمَا أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنَ الْكِتَابِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُمْ بِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya : janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu Menganiaya mereka. (QS. Al-Baqarah : 231)
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى (6)
Artinya : dan janganlah kamu menyusahkan (memudharatkan) mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. (QS. Ath-Thalaaq : 6)
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلا وُسْعَهَا لا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلادَكُمْ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya : janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, (QS. Al-Baqarah : 233)
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya : Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. (QS. Al-Baqarah : 173)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya : Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. (QS. Al-Maaidah :105)
وَمَا لَكُمْ أَلا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ
Artinya : Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. (QS. Al-An’am : 119)
Adapun hadits Nabi diantaranya :
حَرَّمَ اللهُ مِنَ المُؤ مِنِيْنَ دَمَهُ وَمَالَهُ وَعِرضَهُ وَاَنْ لايَظُنَّ الا الخَيْرَ
Artinya: “Allah mengharamkan dari orang mukmin, darahnya, hartanya dan kehormatannya, dan tidak menyangka kecuali dengan sangkaan yang baik.” (HR. Muslim)
اِنَّ دِمَاءَكُمْ وَاَمْوَالَكُمْ وَاعرَاضَكُم حَرَمٌ
Artinya : “sesungguhnya darah-darah kamu semua, harta-harta kamu semua, dan kehormatan kamu semua adalah haram diantara kamu semua.” (HR. Muslim)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaidah asasiyyah أَلضَّرَرُيُزَالُ yaitu kaidah yang membahas tentang kemudaratan itu memang harus dilihangkan, terlebih dalam kondisi darurat, maka yang diharamkan pun boleh dilakukan. Yang mana maksud dari keadaan darurat itu bisa berakibat fatal bila mana tidak diatasi dengan cara-cara seperti itu. Oleh karena itu hukum Islam membolehkan untuk meninggalkan ketentuan-ketentuan wajib bila mana sudah dalam keadaan yang sangat darurat.
أَلضَّرَرُيُزَالُ memiliki 8 cabang yaitu اَلضَّرُورَات تُبِيْعُ الْمَحْظُوْرَاتِ (1, اَلضُّرُوْرَاتُ تُقَدَّ رُبِقدَرِهاَ مَاأُبِيحَ (2, مَاجَازَ لِعُذْرٍ بَطَلَ بِزَوَالِهِ (3, اَلضَّرَرُ لاَيُزَلاَ يُزَالُ باَلضَّرَرِ (4, إِذَاتَعَارَضَ مَفْسَدَتاَنِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَاضَرَرًاباِرْتِكاَبِ أَخَفِّهِماَ (5, دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ (6, فَإِذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَةٌ وَمَصْلَحَةٌ قَدِّمَ دَفْعُ الْمَفْسَدَةِ غَالِبًا (7, اَلْحاَجَةُ تُنَزَّ لُمَنْزِلَةَ الضُّرُوْرَةِ عَامَّةًكَانَتْ أَوْخَاصَّةً (8.
Adapun dasar kaidah ini antara lain QS. Al-Baqarah : 231, QS. Ath-Thalaaq : 6, QS. Al-Baqarah : 233, QS. Al-Maaidah :105, QS. Al-An’am : 119, dan beberapa hadist riwayat muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Azzam, Abdul Aziz Muhammad. Qowa’id Fiqhiyah. Jakarta: Bumi Aksara. 2009.
Dahlan, Abd. Rahman. Ushul Fiqh. Jakarta: Amzah, 2010.
Ma’shum Zein, Muhammad. Nadhom Al-Faroidul Bahiyyah. Jombang: Darul Hikmah, 2010.
Mujib, Abdul. Al Qowaidul Fiqhiyah . Jakarta: Kalam Mulia. 2001.
QS. Al-An’am : 119.
QS. Al-Baqarah : 173.
QS. Al-Baqarah : 231.
QS. Al-Baqarah : 233.
QS. Al-Maaidah :10.
QS. Ath-Thalaaq : 6.
Washil, Nashr Fard Muhammad. Qowa’id Fiqhiyyah. Jakarta: Amzah, 2009.
Sabtu, 20 Desember 2014
ILMU DALAM PERSPEKTIF ISLAM
ILMU
DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Disusun Oleh : M. Surahmat (932122913)
Berbicara
mengenai ilmu dalam pandangan islam memang mempunyai cakupan yang sangat luas terutama
dalam masalah nilai, etika, kebenaran, kemajuan ilmu dan teknologi bahkan tidak
jarang membicarakan sesuatu hahekat kebenaran dan penciptaan segala sesuatu. Ditengah
ramainya dunia global yang penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
umat islam akan mampu menyamai orang-orang barat apabila mampu menstranformasikan
dan menyerap secara aktual ilmu pengetahuan dalam rangka memahami wahyu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan yang sesungguhnya merupakan hasil
pembacaan manusia terhadap ayat-ayat Allah swt. Jika dipandang dari sisi
aksiologis ilmu dan teknologi harus memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kehidupan manusia. Artinya, ilmu dan teknologi menjadi sarana penting dalam
setiap proses pembangunan sebagai usaha untuk mewujudkan kemaslahatan hidup
manusia seluruhnya.
Menurut
pandangan religius bahwa keberadaan agama islam menjadi sumber motivasi bagi
pengembangan ilmu. Karena di dalam islam terdapat sumber atau dasar hukum yakni
Al-Qur’an dan Al-Hadits dimana di dalamnya terdapat perintah untuk berfikir dan
menganalisis tentang unsur kejadian alam semesta beserta isinya. Sebagaimana firman
Allah dalam surat Ali Imron ayat 190-191
:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي
خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ
فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)
Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal (190). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami,
Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah
Kami dari siksa neraka” (191).
Berdasarkan ayat diatas manusia
diperintahkan oleh Allah untuk berfikir atas penciptaan langit dan bumi. Dengan berfikir inilah kita akan
tahu sebab suatu peristiwa itu terjadi, bagaimana peristiwa itu terjadi, dll. Al-Qur’an menempatkan ilmu dan ilmuan dalam kedudukan
yang tinggi, sejajar dengan orang-orang yang beriman sebagaimana dalam surat Al-Mujadalah:
11.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ
لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
(11)
Artinya
:“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Ilmu pengetahuan dalam islam mendapatkan posisi yang sangat penting,
bahkan Rasulullah saw mewajibkan manusia untuk mencarinya, sebagaimana dalam
sabda beliau yang artinya : “mencari ilmu itu diwajibkan atas setiap mukmin
laki-laki dan mukmin perempuan”. Banyak nash Al-Qur’an yang
menganjurkan manusia untuk menuntut ilmu, seperti wahyu yang pertama kali turun
merupakam ayat yang berkenaan dengan ilmu yakni perintah untuk membaca yang
terdapat dalam surat Al-Alaq ayat 1-5:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ
الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ
(3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
Artinya : 1) bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2) Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. 3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4)
yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. 5) Dia mengajar kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya.
Disamping itu, Al-Qur’an juga menghargai panca indra
dan menetapkan bahwasannya indra adalah pintu menuju ilmu pengetahuan
sebagaimana yang terdapat dalam surat An-Nahl:78.
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ
مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ
وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (78)
Artinya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
Syekh Mahmud Abdul Wahab Fayid mengatakan bahwa ayat
ini mendahuluhan pendengaran dan penglihatan daripada hati disebabkan keduanya
itu sebagai sumber petunjuk berbagai pemikiran dan merupakan kunci membuka
pengetahuan yang rasional. Dengan demikian Al-Qur’an dan Hadits dijadikan sebagai sumber
pengembangan ilmu sampai seluas-luasnya baik ilmu umum maupun ilmu agama. Kedua
sumber hukum tersebut mempunyai peran dalam pengembangan keilmuan-keilmuan dan
yang melatarbelakangi munculnya berbagai ilmu pengetahuan islam seperti ilmu Fiqh, Ushul Fiqh,
Teologi, Tafsir, Tasawuf, dll.
Menurut Imam
Al-Ghazali, sebagaimana dikutib oleh Quraish Shihab, mengatakan bahwa seluruh
cabang ilmu pengetahuan yang terdahulu dan yang kemudian, yang telah diketahui
maupun yang belum, semuanya bersumber dari Al-Qur’an. Kuntowijoyo juga mengatakan bahwa Al-Qur’an menyediakan
kemungkinan yang sangat besar untuk dijadikan sebagai cara berfikir. Cara
berfikir inilah yang disebut dengan paradigma Al-Qur’an atau paradigm islam.
Pengembangan eksperimen-eksperimen ilmu pengetahuan yang berdasarkan paradigma Al-Qur’an
jelas akan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang dilakukan
oleh ilmuan-ilmuan islam terdahulu lewat karya-karyanya yang
dijelaskan dalam bukunya Mehdi Nakosteen, antara lain :
1.
Al-Kindi,
merupakan filsuf yang menulis banyak risalah-risalah ilmiah seperti : Kitab al-Falsafah
al-Dakhilat wa al-Masa`il al-Manthiqiyyah wa al-Muqtashah wa ma Fawqa
al-Thabi`iyyah (membahas kajian filsafat dan berbagai masalah yang
berhubungan dengan logika, muskil, dan metafisika).
2.
Ibnu Sina,
kitabnya yang terkenal adalah Al-Qanun fit-Thibb yang tersusun secara sistematis dalam bidang kedokteran.
3.
Yahya Ibnul Batriq yang telah banyak menterjemahkan banyak karya Plato
dan Aristoteles kedalam bahasa arab.
4.
Ibnu Khaldun, seorang yang ahli teori pendidikan.
5.
Zakariyya Ar-Razi, seorang ahli kimia dan fisika terbesar. Karyanya
ialah Al-Hawi, sebuah ensiklopedia yang luas dalam dunia kedokteran.
6.
Dll.
Dalam hadits juga disebutkan tentang
keutamaan mencari ilmu
yaitu, “Barang siapa menginginkan dunia maka harus dengan ilmu, barang siapa
menginginkan akhirat maka harus dengan ilmu, dan barang siapa menginginkan
keduanya maka dengan ilmu”. Hadits tersebut mempertegas bahwa ilmu menjadi
pengendali dari perkembangan peradaban. Akan tetapi, keterbatasan akal manusia
dalam eksperimentasi ilmu pengetahuan sering berlandaskan trial and error
(percobaan dan kesalahan). Oleh karena itu etika selalu dibutuhkan untuk
menjaga kenetralan ilmu. Ilmu akan lebih sempurna jika diiringi dengan etika
yang diperkuat dengan nilai-nilai religius. Karena kebenaran ilmu adalah
kebenaran ilmiah yang sementara, sedangkan kebenaran agama adalah kebenaran
absolut.
Jumat, 12 Desember 2014
tahap-tahap perkembangan manusia
Fase-Fase Periodesasi Manusia
Tahap tahap perkembangan
manusia memiliki fase yang cukup panjang. Untuk tujuan pengorganisasian dan
pemahaman, kita umumnya menggambarkan perkembangan dalam pengertian periode
atau fase perkembangan. Klasifikasi periode perkembangan yang paling luas
digunakan meliputi urutan sebagai berikut: Periode pra kelahiran, masa bayi,
masa awal anak-anak, masa
pertengahan dan akhir anak anak, masa remaja, masa awal dewasa, masa
pertengahan dewasa dan masa akhir dewasa. Berikut adalah penjelasan
lebih lanjut mengenai pada setiap periode tahap tahap perkembangan manusia
dalam buku Life-Span Development oleh John Santrock:
Minggu, 07 Desember 2014
sejarah tasawuf
Asal
Usul Tasawuf
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini kita kita sudah tidak asing lagi
dengan yang namanya tasawuf. Tasawuf sudah mulai populer sejak abad ke-5 H dan
memunculkan tokoh ternama yakni Imam Al-Ghazali. Namun bagi kebanyakan orang
belum tahu tentang apa itu tasawuf dan bagaimana seluk beluk didalamnya. Oleh
karena itu pemakalah membuat makalah dengan tema asal usul tasawuf.
Tasawuf adalah adalah ilmu yang memuat cara tingkah laku atau amalan-amalan yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah atau berhubungan dengan-Nya.
Tasawuf adalah adalah ilmu yang memuat cara tingkah laku atau amalan-amalan yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah atau berhubungan dengan-Nya.
dasar-dasar pernikahan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Manusia
merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa manusia lainnya.
Oleh karena itu manusia harus bersosialisasi dengan manusia lainnya agar dapat
menjalani hidupnya dengan baik. Namun dalam sosialisasi tersebut manusia sering
terjerumus dalam hal-hal yang diharamkan oleh allah seperti perzinaan. Dalam
mencegah terjadinya perzinaan inilah islam menawarkan solusi yakni dengan
pernikahan. Namun bagi sebagian orang masih belum mengerti tentang apa saja
yang menjadi dasar-dasar dilakukannya pernikahan, Oleh karena itu pemakalah
menyusun makalah dengan tema “Dasar-Dasar Pernikahan”. Dalam makalah ini akan
kami jelaskan tentang pengertian pernikahan, macam-macam pernikahan, rukun
pernikahan serta hikmah dan tujuan pernikahan.
Kamis, 04 Desember 2014
pengertian bakat dan pengaruhnya terhadap proses pembelajaran anak
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Anak adalah titipan Tuhan yang harus
kita jaga dan kita didik agar ia menjadi manusia yang berguna dan tidak
menyusahkan siapa saja. Secara umum anak mempunyai hak dan kesempatan untuk
berkembang sesuai potensinya terutama dalam bidang pendidikan. Namun seringkali
kita melihat perkembangan prestasi anak yang ternyata tergolong memiliki bakat
istimewa. Setiap individu hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk
berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan, kecerdasan, bakat dan
minatnya. Namun bakat anak ini tidak bisa langsung terlihat begitu saja. Oleh
karena itu orang tua harus mengenali dan memahami bakat yang dimiliki anaknya.
Dengan memahami bakat anak, akan lebih mudah bagi orang tua atau pendidik dalam
mengembangkan potensi anak.
Langganan:
Postingan (Atom)