Minggu, 07 Desember 2014

sejarah tasawuf





Asal Usul Tasawuf

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
           Dewasa ini kita kita sudah tidak asing lagi dengan yang namanya tasawuf. Tasawuf sudah mulai populer sejak abad ke-5 H dan memunculkan tokoh ternama yakni Imam Al-Ghazali. Namun bagi kebanyakan orang belum tahu tentang apa itu tasawuf dan bagaimana seluk beluk didalamnya. Oleh karena itu pemakalah membuat makalah dengan tema asal usul tasawuf.
            Tasawuf adalah adalah ilmu yang memuat cara tingkah laku atau amalan-amalan yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah atau berhubungan dengan-Nya.
Selain itu juga menerangkan cara-cara mencucikan jiwa, memperbaiki akhlak, dan membina kesejahteraan lahir serta batin untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.
Akhlak tasawuf pertama kali dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw dalam kehidupannya sehari-hari misalnya tidak mementingkan kemewahan materi, tetapi lebih mementingkan kekayaan mental spiritual atau mementingkan akhirat. Dalam perkembangan sejarah ada salah seorang sahabat yang secara khusus memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran yang dicontohkan oleh rasulullah, Sahabat tersebut adalah Hudzaifal Al-Yamani.
Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf menjadi dua yaitu tasawuf akhlaki dan tasawuf falsafi. Tasawuf ahlaki  yaitu tasawuf yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf yang lebih senang menyendiri dan berdzikir, serta mengarah pada teori-teori perilaku dan akhlak atau budi pekerti. Sedangka tasawuf falsafi yaitu tasawuf yang didasarkan pada gabungan teori-teori tasawuf dan filsafat. Lebih jauh tentang asal usul tasawuf dan perkembangannya akan kami jelaskan dalam makalah ini.


1.2  Rumusan Masalah

1.2.1        apa pengertian tasawuf ?
1.2.2        apa dasar tasawuf ?
1.2.3        apa tujuan tasawuf ?
1.2.4        bagaimana sejarah munculnya tasawuf ?
1.2.5        bagaimana pertumbuhan dan perkembangan tasawuf ?



BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Tasawuf
Secara etimologi, kata tasawuf berasal dan bahasa arab, yaitu tashawwafa, yatashawwafu, tashawwufan.[1] Ulama berbeda pendapat dari mana asal-usulnya. Ada yang mengatakan dari kata shuf (bulu domba), shaff (barisan), shafa’ (jernih), dan shuffah (serambi masjid nabawi yang ditemati oleh orang sebagian sahabat Rasulullah saw). Pemikiran masing-masing pihak itu dilatarbelakangi oleh fenomena yang ada pada diri para sufi. Secara etimologi, pengertian tasawuf dapat dimaknai menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
a.       Tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan ahl ash-shuffah yang berarti sekelompok orang dimasa Rasulullah yang banyak berdiam di serambi-serambi masjid dan mereka mengapdikan hidupnya untuk beribadah kepada . Mereka adalah orang-orang yang ikut pindah dengan Rasulullah dari mekah ke madinah, kehilangan harta, berada dalam keadaan miskin, dan tidak mempunyai apa-apa. Mereka tinggal di masjid Rasulullah dan duduk di atas bangku batu dengan memakai pelana sebagai bantal. Pelana disebut shuffah dan kata sofa dalam bahasa-bahasa di eropa barasal dari kata ini.
b.      Tasawuf berasal dari kata shafa’ yang artinya suci. Jadi maksudnya adalah mereka itu menyucikan dirinya di hadapan Tuhan melalui latihan yang berat dan lama.
c.       Tasawuf berasal dari kata shaff. Makna shaff ini dinisbahkan kepada orang-orang yang ketika shalat selalu berada di shaf (barisan) terdepan. Sebagaimana halnya shalat di shaf pertama mendapat kemuliaan dan pahala, maka orang-orang penganut tasawuf ini dimuliakan dan diberi pahala oleh .[2]
d.      Tasawuf berasal dari kata shuf, artinya ialah kain yang terbuat dari bulu wol. Namun kain wol yang dipakai adalah kain wol kasar, bukan wol halus sebagaimana kain wol sekarang. Memakai kain wol kasar pada waktu itu adalah simbol kesederhanaan. Lawannya adalah memakai sutra. Kain itu dipakai oleh orang-orang mewah dikalangan pemerintahan yang hidupnya mewah. Para penganut tasawuf ini hidupnya sederhana, tetapi berhati mulia, menjauhi pakaian sutra, dan memakai wol kasar.
Demikianlah pengertian tasawuf ditinjau dari segi bahasa. Sedangkan secara terminologi, para ahli  berbeda pendapat dalam merumuskan pengertian tasawuf. Berikut ini pendapat mereka [3] :
a.       Al-Juned (w.296 H)
Tasawuf adalah menyucikan hati sehingga tidak ditimpa suatu kelemaha, menjauhi akhlak alamiah, melenyapkan sifat kemanusiaan, dan menjauhi segala keinginan nafsu.
b.      Ma’ruf Al-Karkhi (w. 200 H)
Tasawuf adalah hanya menerima kebenaran dan tidak mengharapkan apa yang ada di tangan para makhluk, barangsiapa yang tidak sanggup menerima kefakiran berarti tidak berhasil mencapai derajat tasawuf.
c.       Syaikh Islam Zakaria Al-Anshari
Tasawuf ialah ilmu yang menerangkan cara-cara mencuci bersih jiwa, memperbaiki akhlak, dan membina kesejahteraan lahir serta batin untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.
d.      Sayyed Hussein Nasr
Tasawuf ialah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan manusia dari pengaruh duniawi dan mendekatkannya kepada  sehingga jiwanya bersih serta memancarkan akhlak mulia.[4]
e.       H. M. Amin Syukur
Tasawuf ialah system latihan dengan kesungguhan (riyadhah mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi dan memperdalam aspek kerohanian dalam rangka mendekatkan diri kepada  (taqarrub) sehingga segala perhatian hanya tertuju kepada-Nya.[5]


 Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa tasawuf adalah ilmu yang memuat cara tingkah laku atau amalan-amalan yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada  atau berhubungan denganNya.
2.2  Sejarah Munculnya Tasawuf
     Sebelum Rasulullah menerima wahyu untuk pertama kali, seringkali, beliau melakukan kegiatan sufi. Beliau beruzlah di gua hiro selama berbulan-bulan, sampai akhirnya beliau menerim,a wahyu pertama dan diangkat oleh  sebagai Rasul pada tanggal 17 Ramadhan tahun pertama kenabian.
     Setelah Rasulullah resmi di angkat sebagai utusan , keberadaan dan cara hidup beliau masih ditandai oleh jiwa dan suasana kerakyatan, meskipun hidup dalam lingkaran kekuasaan sebagai Nabi. Pada waktu malam, beliau sedikit sekali tidur. Waktu beliau dihabiskan untuk bermunajah kepada  dengan memperbanyak dzikir. Tempat tidur baliau adalah balai kayu biasa denhgan alas tidur dari daun kurma. Beliau tidak pernah memakai pakaian yang beserba mewah meskipun mampu membelinya. Dalam kehidupan sehari-hari beliau sangat sederhana dan tidak menyukai kemewahan hidup.  Tasawuf pada masa rasulullah saw adalah sifat umum yang terdapat pada hampir semua sahabat beliau. Dengan cara seperti ini sedikit demi sedikit lahirlah filsafat ibadah dan penyelidikan-penyelidikan secara mendalam bersamaan dengan itu pula lahirlah madhab-madhab rohaniyah yang mendalam dan semuanya termasuk dalam perilaku tasawuf.
Jadi, rasulullah saw memberikan landasan berdasarkan  wahyu ilahi dalam kehidupan tasawuf. Kehidupan beliau yang sangat sederhana dan meninggalkan kehidupan mewah bertujuan memberi contoh bagi para sahabatnya. Segala sesuatu dalam kehidupan beliaau menunjukkan kehidupan yang sederhana, termasuk perabot rumah tangga, makanan, minuman dan pakaian yang digunakan sehari-hari. Kehidupan beliau tidak mementingkan kemewahan materi, tetapi lebih mementingkan kekayaan mental spiritual. Akibatnya hubungan  transendental  dengan tuhan memiliki makna yang hakiki dan jiwa memiliki daya perekat dan kedekatan dengan-nya.  Demikianlah gambaran kehidupan sufi pada zaman rasulullah yang dipraktikkan langsung oleh beliau sendiri dan diikuti oleh para sahabat dalam kehidupan sehari-hari.
     Kehidupan beliau yang bercorak sufi mempengaruhi para sahabatnya dalam kehidupan sehari-hari, keadaaan ini berlangsung terus yang diikuti oleh para pengikutnya hingga saat ini. Demikianlah dapat dikatakan bahwa rasulullah telah memberi contoh sekaligus meletakkan dasar-dasar hidup kerohanian dan tarekatnya bagi para pengikutnya sepanjang zaman. Kehidupan sufi yang dipraktikkan langsung oleh rasulullah sangat berpengaruh pada kehidupan sahabatnya. Hal ini dapan dilihat dari suasana kehidupan para sahabat rasulullah yang hidup secara sederhan bahkan serba kekurangan. Dalam diri mereka memancar sinar semangat dalam beribadah kepada . Hal ini tampak dalam kehidupan para sahabat, diantaranya Abu Hurairah, Abu Ad-Darda’, Salman Al-Farsi, Abu Bakar, Umar Ibn Khattab, Usman Bin Affan, Ali Bin Abi Thalib, Dan Abdullah  Bin Umar.
Dalam perkembangan sejarah ada salah seorang sahabat yang secara khusus memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran yang dicontohkan oleh rasulullah. Para ahli sejarah islam menengarahi bahwa sahabat inilah yang pertama  mencoba memfilsafatkan ibadah dan menjadikannya secara satu “tarekat” yang lebih khusus. Sahabat inilah yang pertama kali menyampaikan ilmu yang kemudian hari dikenal dengan ilmu tasawuf. Ia pulalah yang membuka jalan serta membuat teori-teori ilmu tasawuf. Sahabat tersebut adalah Hudzaifal Al-Yamani.
Perkembangan sufi kemudian dilanjutkan oleh generasi tabi’in, diantaranya Imam Hasan Al-Bashri, seorang ulama besar masa tabi’in murid Hudzaifal Al-Yamani. Ia adalah orang pertama yang mendirikan pengajian tasawuf di kota bashrah. Diantara muridnya yang mengikuti pengajian tasawuf dimadrasah tasawuf miliknya itu adalah Malik Bin Dinar, Tsabit Al-Banani, Ayub As-Saktiyani Dan Muhammad Bin Wasi’.
Pada abad-abad berikutnya, ilmu tasawuf semakin berkembang sejalan dengan perkembangan agama islam diberbagai belahan bumi. Dengan didirikannya madrasah-madrasah, seperti di Irak yang dipimpin oleh Sa’id Bin Musayyab dan di Khurasan yang dipimpin Oleh Ibrahim Bin Adham. Dalam hal perkembangan agama islam diberbagai wilayah dunia islam, para sufi berperan besar dalam menyebarkan dan mengembangkan ajaran-ajaran agama islam kepada kaum muslim.
  Menurut para ahli munculnya tasawuf dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Al-Afifi, munculnya tasawuf dipengaruhi oleh empat faktor antara lain [6]:
1.      Faktor ajaran islam yakni Al-Qur’an Dan Sunnah. Kedua sumber ini mendorong untuk hidup wara’, takwa, rajin beribadah, bertingkah laku baik, berpuasa, dll
2.      Reaksi kerohanian kaum muslim terhadap sistem sosial politik dan ekonomi dikalangan umat islam sendiri, yaitu ketika islam telah tersebar ke berbagai negara yang berdampak terjadinya konflik internal antara umat islam yang menyebabkan perang saudara antara Ali Bin Abi Thalib dan Muawiyah yang bermula dari Al-Fitnah Al-Kubra yang menimpa Khalifah Utsman Bin Affan. Dengan fenomena sosial-politik seperti itu, ada sebagian masyarakat atau ulama yang tidak ingi terlibat dalam kemewahan dunia dan mempunyai sikap tidak mau tahu terhadap pergolakan yang ada dengan mengasingkan diri agar tidak terlibat dalam pertikaian tersebut.
3.      Kependetaan (rabbaniyah) agama nasrani sebagai konsekuensi agama yang lahir sebelum islam. Pemeluknya tersebar keseluruh negara dan sikap-sikapnya mempengaruhi masyarakap agama lain, termasuk islam.  Para pendeta nasrani berpengaruh terhadap kaum paganis arab jahiliyah. Mereka itulah yang menyebabkan kehidupan di Jazirah Arab menjauhi dunia sebelum islam datang. Namun, pengaruh itu lebih bersifat organisator daripada esensi ajaran.
4.      Reaksi terhadap ilmu fiqih dan ilmu kalam. Keduanya tidak dapat memuaskan hati kaum seorang muslim. Ilmu fiqih lebih mementingkan formalisme dan legalisme dalam menjalankan syariat islam, sementara ilmu kalam mementingkan pemikiran rasional dalam pemahaman agama islam.
  Menurut At-Taftazani, tasawuf lebih banyak dimotifasi oleh ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang bernada merendahkan nilai dunia dan memberikan motif beramal demi memperoleh pahala akhirat dan selamat dari siksa neraka. Sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-Hadid : 20 yang artinya : “Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari  serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” Selain itu ada juga firman  yang menunjukkan nilai akhirat lebih baik daripada kehidupan dunia, yakni QS. Adh-Dluha : 4 yang artinya : “Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik bagimu daripada dunia.” [7]
Para ahli sejarah sepakat istilah tasawuf muncul pada abad ke II hijriyah, yaitu ketika orang-orang berusaha meluruskan jalan menuju ilahi dan takut kepada-Nya. Pada saat itu, para pemegang kekuatan berada dalam puncak kemewahan hidup. Kemudian ada sebagian golongan yang tidak tertarik ddengan kehidupan dunia sehingga mereka memilih mengasingkan diri untuk mendekatkan diri kepada  melalui dzikir, baik secara jelas maupun tersembunyi. Ada pula yang berusaha menghadirkan beberapa sarana untuk mendekatkan diri kehadirat . Mereka menjadikan zuhud sebagai sarana pertamanya dan ada pula yang memperbanyak membaca al-qur’an. Bahkan, ada pula yang tekun melakukan shalat sunnah sehingga seolah-olah waktunya habis untuk shalat, terutama dimalam hari ketika orang lain sedang terlelap tidur. [8]
Orang-orang yang melakukan pendekatan diri seperti itu dikenal dengan nama sufi. Sejalan dengan hal tersebut, tasawuf berkembang menjadi sebuah perkumpulan dan mengajarkan ilmu yang dimiliki kepada orang-orang yang tertarik pada bidang tasawuf.

2.3  Dasar-Dasar Tasawuf
Tasawuf dalam penerapannya juga mempunyai dasar  atau Landasan yakni  landasan yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis. Hal ini penting karena kedua landasan itu merupakan kerangka acuan pokok yang selalu djadikan pegangan oleh umat islam. Berikut ini landasan-landasan tersebut :


1.       (QS. At-Tahrim (66): 8)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (8)
Artinya:
 Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada  dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika  tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. At-Tahrim (66): 8 )
2.      QS. Al-Baqarah (2):186
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (186
Artinya:
 Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah 2:186)
3.       QS. Qaf (50): 16)
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (16)
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (QS. Qaf (50):16)
Selain itu didalam hadis Rasulullah banyak dijelaskan tentang kehidupan rohaniah manusia sebagai landasan dari tasawuf. Rasulullah saw sabda : “ Barang siapa mengenal dirinya sendiri berarti dia mengenal Tuhannya.”
Dari sini jelas bahwa dalam perkembangan awal tasawuf  bersumber dari Al-qur’an itu sendiri. Al-qur’an dan hadis sebagai sumber pokok dalam agama islam, menjadi dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan nilai-nilai tasawuf dalam islam.
2.4  Tujuan Tasawuf
Secara umum tujuan terpenting dari sufi adalah agar berada sedekat mungkin dengan . Akan tetapi apabila diperhatikan kerakteristik tasawuf scara umum terlihat adanya tiga sasaran “ antara” dari tasawuf, yaitu [9] :
1.      Tasawuf bertujuan untuk pembinaan aspek moral.
Aspek ini meliputi mewujudkan kestabilan jiwa yang berkeseimbangan, penguasaan, dan pengendalian hawa nafsu sehingga manusia konsisten dan komitmen hanya kepada keluhuran moral. Tasawuf yang bertujuan moralitas ini pada umumnya bersifat praktis.
2.      Tasawuf yang bertujuan untuk ma’rifatullah melalui penyingkapan langsung atau metode Al-Kasyf Al-Hijab.
3.      Tasawuf bertujuan untuk membahas bagaimana system pengenalan dan pendekatan diri kepada  secara mistis filosofis, pengkajian garis hubungan antara Tuhan dengan makhluk, terutama hubungan manusia dengan Tuhan dan apa arti dekat dengan Tuhan.
Dalam hal apa makna dekat dengan Tuhan itu, terdapat tiga simbolisme yaitu: dekat dalam arti melihat dan merasakan kehadiran Tuhan dalam hati, dekat dalam arti berjumpa dengan Tuhan sehingga terjadi dialog antara manusia denga Tuhan, dan makna dekat yang ketiga adalah penyatuan manusia dengan Tuhan sehingga yang terjadi adalah monolog antara manusia yang telah menyatu dalam iradat Tuhan.
 Dari uraian singkat tentang tujuan Sufisme ini, terlihat adanya keragaman tujuan itu. Namun dapat dirumuskan bahwa tujuan akhir dari sufisme adalah etika murni, atau psikologi murni, dan atau keduanya secara bersamaan yaitu: a) penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak mutlak Tuhan, karena Dialah penggerak utama dari semua kejadian di alam ini, b) penanggalan secara total semua keinginan pribadi dan melepas diri dari sifat-sifat jelek yang berkenaan dengan kehidupan duniawi, c) peniadaan kesadaran terhadap diri sendiri serta pemusatan diri pada perenungan terhadap Tuhan semata, tiada yang dicari kecuali Dia.
2.5  Pertumbuhan Dan Perkembangan Tasawuf
Tasawuf adalah bagian dari syari’at islam yaitu perwujudan dari  ihsan. Salah satu dari tiga kerangka ajaran islam yang lain yakni iman dan islam.  Abu Yazid Al Busthami mengatakan, “kita tidak boleh tergiur terhadap orang yang diberi kekeramatan, sehingga tahu betul konsistensinya terhadap islam”.[10] Tasawuf sebagai manifestasi ihsan merupakan penghayatan seseorang terhadap agamanya serta  berpotensi besar menawarkan pembebasan spiritual, sehingga mengajak manusia mengenal dirinya dan akhirnya mengenal tuhannya. [11]
Lahirnya tasawuf sebagai fenomena ajaran islam yang diawali dengan ketidakpuasan terhadap praktik ajaran islam yang cenderung formalism dan legalisme. Selain itu tasawuf disebut juga gerakan moral ( kritik )  terhadap ketimpangan sosial, politik, moral dan ekonomi yang dilakukan oleh kalangan penguasa.
Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf menjadi dua yaitu tasawuf akhlaki dan tasawuf falsafi. Tasawuf ahlaki  yaitu tasawuf yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf yang lebih senang menyendiri dan berdzikir, karena mengarah pada teori-teori perilaku dan akhlak atau budi pekerti. Sedangka tasawuf falsafi yaitu tasawuf yang didasarkan pada gabungan teori-teori tasawuf dan filsafat. Para sufi yang terlibat dalam aliran ini lebih banyak mengeluarkan pemikiran yang berkaitan dengan persatuan manusia dan tuhan. Tidak berarti menafikan tindakan moral dalam proses pembersihan diri, tetapi lebih banyak merasionalkan tindakan moralnya. Tasawuf ini banyak dikembangkan oleh kaum sufi yang berlatar belakang filsuf. 
Pembagian dua jenis tasawuf ini didasarkan atas kecenderungan ajaran yang diajarkan yakni kecenderungan pada perilaku atau moral keagamaan dan kecenderungan pada pemikiran. Dua kecenderungan ini terus berkembang hingga mempunyai jalan sendiri-sendiri. Berikut ini perkembangan tasawuf dimulai dari abad pertama hijriyah.[12]
a.       Abad Pertama Dan Kedua
 Pada periode ini tasawuf telah kelihatan dalam bentuknya yang awal. Pada periode ini ada sejumlah orang yang tidak menaruh perhatian pada kehidupan materi, seperti makan, pakaian dan tempat tinggal. Mereka lebih banyak beramal untuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan akhirat. Jadi pada periode ini tasawuf masih dalam bentuk asketis (zuhud).  Diantara  tokoh yang terkemuka dalam kalangan sahabat antara lain : Salman Al-Farisi, Ammar Bin Yasir, Hudzaifal Bin Al-Yaman, dll. Sedangkan dalam kalangan tabi’in antara lain :  Hasan Al-Basri, Malik Bin Dinar, Robi’ah Al-Adawiyah, dll.
b.      Abad Ketiga Dan Keempat
Jika tasawuf pada tahap pertama masih berupa zuhud, maka pada abad ketiga dan keempat hijriyah para sufi mulai memperhatikan sisi teoitis psikologis dalam rangka memperbaiki perilaku, sehingga tasawuf telah menjadi sebuah ilmu keagamaan. Kajian-kajian yang luas dan mendalam tentang akhlak telah memotivasi lahirnya studi psikologis dan gejala-gejala kejiwaan serta efek atau pengaruhnya terhadap tingkah laku. Pemikiran yang muncul berikutnya yakni dalam masalah epistemologis yang berhubungan langsung dengan kajian-kajian mengenai hubungan manusia dengan pencipta-nya. Oleh karena itu pada periode ini semua ilmu telah terbentuk khusus bagi kalangan kaum sufi yang sebelumnya hanya berupa ibadah-ibadah praktis.
Kajian yang berkaitan  dengan akhlak ini menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktekkan oleh semua orang. Tasawuf ini banyak digunakan oleh kaum salaf, perhatian mereka lebih tertuju pada realitas pengalaman islam dalam praktik yang lebih menekankan perilaku manusia yang terpuji. Kaum salaf tersebut melaksanakan amalan-amalan tasawuf dengan menampilkan akhlak atau moral yang terpuji, dengan maksud memahami kandungan batiniyah ajaran islam yang banyak mengandung muatan untuk berakhlak terpuji.
 Kondisi tersebut bertahan kurang lebih selama satu abad. Kemudian pada abad ke III hijriyah muncullah jenis tasawuf lain yang lebih menonjolkan pemikiran  eksklusif yang diwakili oleh Al-Hallaj. Ia di hukum mati karena pendapatnya tentang hulul yang dianggap sesat  dan membahayakan pemikiran umat muslim. Menurut Al-Hallaj, hulul ialah “ memiliki suatu jisim yang ditempati ma’na rububiyah dan leburlah daripadanya ma’na basyariyah”. Menurutnya dalam diri manusia terdapat dua sifat yaitu sifat kemanusiaan dan sifat ketuhanan. Tuhan menciptakan manusia dalam copy-Nya. Dasar pemikirannya adalah surah Shad ayat 72, bahwa adam mempunyai dua unsur yakni jasmani dan rohani. Unsur rohani berasal dari materi sedangkan rohani berasal dari roh tuhan. Percampuran antara roh manusia dan tuhan diumpamakan Al-Hallaj seperti bercampurnya air dengan khamar. Jika ada sesuatu yang menyentuh-Nya, maka menyentuh aku.” [13]
c.       Abad kelima
 Pemikiran-pemikiran yang unik bahkan ganjil yang dikemukakan oleh Abu Yazid dan Al-Hallaj tentang kesatuan khaliq dengan makhluk, membuat resah para ulama yang kurang menyukai tasawuf bahkan dikalangan ulama tasawuf akhlaki. Pada periode ini lahirlah tokoh sufi besar yakni Al-Ghazali, yang sepenuhnya hanya menerima tasawuf berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, ia berhasil mengenalkan prinsip-prinsip tasawuf yang moderat, yang sejalan dengan aliran ahl sunnah wa al-jama’ah dengan tulisan-tulisan monumentalnya, seperti Al-Munqiz Min Adh-Dhalal, Tahafut Al-Falasifah Dan Ihya’ulum Ad-Din.
Al-Ghazali mengajukan kritik-kritik tajam terhadap pelpagai aliran filsafat dan kepercayaan kebatinan dan berupaya keras untuk meluruskan tasawuf dari teori-teori yang ganjil tersebut serta mengembalikannya pada ajaran atau bimbingan  Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menancapkan dasar-dasar yang kokoh bagi tasawuf. Tasawuf inilah yang disebut tasawuf sunni, yang pada dasarnya menjadikan tasawuf lebih dekat dengan tasawuf akhlaki dengan kecenderungan pada kehidupan zuhud. Tasawuf yang bercorak sunni ini terus berkembang ke seluruh penjuru dunia islam sejalan dengan mendominasinya Ahl As-Sunnah Wa Al-Jama’ah. Di antara tokoh sufi yang hidup masa ini adalah Al-Qusyairi Dan Al-Harawi.
d.      Abad keenam dan ketujuh
 Pada periode ini muncul kembali tokoh-tokoh sufi yang memadukan tasawuf dengan filsafat dengan teori-teori yang tidak murni tasawuf dan juga tidak murni filsafat yang kemudian dinamai tasawuf falsafi. Diantara tokohnya adalah Ibnu Farabi, Ibnu Farid, Suhrawardi Al- Maqtul, dll.  Dalam aliran ini berkembang aliran panteisme yang mengarahkan tasawuf kearah kebersatuan makhluk dengan  swt. Perhatian mereka tidak tertuju kepada selain taraf transendensi ini, sementara sisi-sisi praktis nyaris terabaikan. Dengan lahirnya aliran ini tasawuf terbagi dua yaitu tasawuf sunni yang dikembangkan Al-Ghazali dan tasawuf falsafi yang menggabungkan tasawuf dengan filsafat dan unsur-unsur mistik lainnya.
Selain itu juga muncul cikal-bakal tarekat sufi kenamaan. Tarekat yang terkenal yang lahir dan berkembang sampai sekarang antara lain, tarekat qadariyah yang dipelopori oleh Abdul Qadir Al-Jaelani, tarekat naqsabandiyah dicetuskan oleh Muhammad Bin Bahaudin Al-Uwaisy Al-Bukhari, tarekat suhrawardiyyah oleh Suhrawardi Al- Maqtul dan tarekat badawiyyah yang dikaitkan pada Ahmad Al-Badawi.
e.       Abad Kedelapan Dan Seterusnya
 Pada abad ke delapan, tasawuf telah mengalami kemunduran, hal ini karena kegiatan orang-orang yang berkecimpung dalam bidang tasawuf sudah terbatas pada komentar-komentar atau meringkas buku-buku tasawuf terdahulu serta memfokuskan perhatian pada aspek-aspek praktik ritual yang lebih berbentuk formalitas sehingga semakin jauh dari substansi tasawuf.
 Pada periode ini, hampir tidak terdengar lagi perkembangan pemikiran baru dalam tasawuf meskipun banyak tokoh sufi yang mengemukakan pikiran-pikiran tentang tasawuf. Di antaranya seperti Al-Kisani dan Abdul Karim Al-Jilli. Diantara sebab lain kemunduran adalah kebekuan pemikiran serta spiritualitas yang kering melanda dunia islam semenjak masa-masa akhir dinasti Umayyah.
BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Tasawuf adalah ilmu yang memuat cara tingkah laku atau amalan-amalan yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada  atau berhubungan denganNya. Lahirnya tasawuf sebagai fenomena ajaran islam yang diawali dengan ketidakpuasan terhadap praktik ajaran islam yang cenderung formalism dan legalisme. Selain itu tasawuf disebut juga gerakan moral ( kritik )  terhadap ketimpangan sosial, politik, moral dan ekonomi yang dilakukan oleh kalangan penguasa.  
Akhlak tasawuf pertama kali dicontohkan oleh nabi muhammad saw dalam kehidupannya sehari-hari misalnya tidak mementingkan kemewahan materi, tetapi lebih mementingkan kekayaan mental spiritual atau mementingkan akhirat. Dalam perkembangan sejarah ada salah seorang sahabat yang secara khusus memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran yang dicontohkan oleh rasulullah, Sahabat tersebut adalah Hudzaifal Al-Yamani.
Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf menjadi dua yaitu tasawuf akhlaki dan tasawuf falsafi. Tasawuf ahlaki  yaitu tasawuf yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf yang lebih senang menyendiri dan berdzikir, karena mengarah pada teori-teori perilaku dan akhlak atau budi pekerti. Sedangka tasawuf falsafi yaitu tasawuf yang didasarkan pada gabungan teori-teori tasawuf dan filsafat. Para sufi yang terlibat dalam aliran ini lebih banyak mengeluarkan pemikiran yang berkaitan dengan persatuan manusia dan tuhan. Tasawuf ini lebih banyak merasionalkan tindakan moralnya Dan banyak dikembangkan oleh kaum sufi yang berlatar belakang filsuf.  





DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah, 2012.
Rusli, Ris’an. Tasawuf dan Tarekat.  Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.
Valiudin, Mir. Tasawuf Dalam Qur’an. Jakarta : Pustaka Firdaus, 1987.
Siregar, Rivay. Tasawuf: Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme. Jakarta: PT Raja Grafindo   Persada, 1999.
Rif’i, A. Bachrun, Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, Bandung : Pustaka Setia, 2010.





[1] Samsul Munir Amin. Ilmu Tasawuf. (Jakarta: AMZAH), 2012. Hal 2
[2] Ris’an Rusli. Tasawuf dan Tarekat.  (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 2013. Hal 6.
[3] Ibid., 7-9.
[4] Samsul Munir Amin. Hal  9.
[5] Mir Valiudin, Tasawuf Dalam Qur’an, (Jakarta : Pustaka Firdaus), 1987. Hal. 1-5
[6] Samsul Munir Amin. Hal .94
[7] Ibid. Hal. 97
[8] Ibid. Hal. 117
[9] Rivay Siregar. Tasawuf: dari sufisme klasik ke Neo-Sufisme. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 1999. Hal 57-58.
[10] A. Bachrun Rif’i, Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia), 2010, Hal. 57
[11] Samsul Munir Amin, Hal. 122
[12] A. Bachrun Rif’i, Hasan Mud’is, hal. 76
[13] Samsul Munir Amin, hal. 132-133

0 komentar:

Posting Komentar

GUDANG ILMU © 2008 Template by:
SkinCorner