Sabtu, 20 Desember 2014

ILMU DALAM PERSPEKTIF ISLAM

ILMU DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Disusun Oleh :  M. Surahmat          (932122913)


Berbicara mengenai ilmu dalam pandangan islam memang mempunyai cakupan yang sangat luas terutama dalam masalah nilai, etika, kebenaran, kemajuan ilmu dan teknologi bahkan tidak jarang membicarakan sesuatu hahekat kebenaran dan penciptaan segala sesuatu. Ditengah ramainya dunia global yang penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, umat islam akan mampu menyamai orang-orang barat apabila mampu menstranformasikan dan menyerap secara aktual ilmu pengetahuan dalam rangka memahami wahyu untuk  mengembangkan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan yang sesungguhnya merupakan hasil pembacaan manusia terhadap ayat-ayat Allah swt. Jika dipandang dari sisi aksiologis ilmu dan teknologi harus memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia. Artinya, ilmu dan teknologi menjadi sarana penting dalam setiap proses pembangunan sebagai usaha untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia seluruhnya.
Menurut pandangan religius bahwa keberadaan agama islam menjadi sumber motivasi bagi pengembangan ilmu. Karena di dalam islam terdapat sumber atau dasar hukum yakni Al-Qur’an dan Al-Hadits dimana di dalamnya terdapat perintah untuk berfikir dan menganalisis tentang unsur kejadian alam semesta beserta isinya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imron  ayat 190-191 :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)
 Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (190). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka” (191).
Berdasarkan ayat diatas manusia diperintahkan oleh Allah untuk berfikir atas penciptaan langit dan bumi. Dengan berfikir inilah kita akan tahu sebab suatu peristiwa itu terjadi, bagaimana peristiwa itu terjadi, dll. Al-Qur’an menempatkan ilmu dan ilmuan dalam kedudukan yang tinggi, sejajar dengan orang-orang yang beriman sebagaimana dalam surat Al-Mujadalah: 11.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (11)
 Artinya :“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
 Ilmu pengetahuan dalam islam mendapatkan posisi yang sangat penting, bahkan Rasulullah saw mewajibkan manusia untuk mencarinya, sebagaimana dalam sabda beliau yang artinya : “mencari ilmu itu diwajibkan atas setiap mukmin laki-laki dan mukmin perempuan”. Banyak nash Al-Qur’an yang menganjurkan manusia untuk menuntut ilmu, seperti wahyu yang pertama kali turun merupakam ayat yang berkenaan dengan ilmu yakni perintah untuk membaca yang terdapat dalam surat Al-Alaq ayat 1-5:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
 Artinya : 1) bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4) yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. 5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Disamping itu, Al-Qur’an juga menghargai panca indra dan menetapkan bahwasannya indra adalah pintu menuju ilmu pengetahuan sebagaimana yang terdapat dalam surat An-Nahl:78.
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (78)
 Artinya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
Syekh Mahmud Abdul Wahab Fayid mengatakan bahwa ayat ini mendahuluhan pendengaran dan penglihatan daripada hati disebabkan keduanya itu sebagai sumber petunjuk berbagai pemikiran dan merupakan kunci membuka pengetahuan yang rasional. Dengan demikian Al-Qur’an dan Hadits dijadikan sebagai sumber pengembangan ilmu sampai seluas-luasnya baik ilmu umum maupun ilmu agama. Kedua sumber hukum tersebut mempunyai peran dalam pengembangan keilmuan-keilmuan dan yang melatarbelakangi munculnya berbagai ilmu pengetahuan islam  seperti ilmu Fiqh, Ushul Fiqh, Teologi, Tafsir, Tasawuf,  dll.
Menurut Imam Al-Ghazali, sebagaimana dikutib oleh Quraish Shihab, mengatakan bahwa seluruh cabang ilmu pengetahuan yang terdahulu dan yang kemudian, yang telah diketahui maupun yang belum, semuanya bersumber dari Al-Qur’an. Kuntowijoyo juga mengatakan bahwa Al-Qur’an menyediakan kemungkinan yang sangat besar untuk dijadikan sebagai cara berfikir. Cara berfikir inilah yang disebut dengan paradigma Al-Qur’an atau paradigm islam. Pengembangan eksperimen-eksperimen ilmu pengetahuan yang berdasarkan paradigma Al-Qur’an jelas akan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang dilakukan oleh ilmuan-ilmuan islam terdahulu lewat karya-karyanya yang dijelaskan dalam bukunya Mehdi Nakosteen, antara lain :
1.      Al-Kindi, merupakan filsuf yang menulis banyak risalah-risalah ilmiah seperti : Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa`il al-Manthiqiyyah wa al-Muqtashah wa ma Fawqa al-Thabi`iyyah (membahas kajian filsafat dan berbagai masalah yang berhubungan dengan logika, muskil, dan metafisika).
2.      Ibnu Sina, kitabnya yang terkenal adalah Al-Qanun fit-Thibb yang tersusun secara sistematis dalam bidang kedokteran.
3.      Yahya Ibnul Batriq yang telah banyak menterjemahkan banyak karya Plato dan Aristoteles kedalam bahasa arab.
4.      Ibnu Khaldun, seorang yang ahli teori pendidikan.
5.      Zakariyya Ar-Razi, seorang ahli kimia dan fisika terbesar. Karyanya ialah Al-Hawi, sebuah ensiklopedia yang luas dalam dunia kedokteran.
6.      Dll.
Dalam hadits juga disebutkan tentang keutamaan mencari ilmu yaitu, “Barang siapa menginginkan dunia maka harus dengan ilmu, barang siapa menginginkan akhirat maka harus dengan ilmu, dan barang siapa menginginkan keduanya maka dengan ilmu”. Hadits tersebut mempertegas bahwa ilmu menjadi pengendali dari perkembangan peradaban. Akan tetapi, keterbatasan akal manusia dalam eksperimentasi ilmu pengetahuan sering berlandaskan trial and error (percobaan dan kesalahan). Oleh karena itu etika selalu dibutuhkan untuk menjaga kenetralan ilmu. Ilmu akan lebih sempurna jika diiringi dengan etika yang diperkuat dengan nilai-nilai religius. Karena kebenaran ilmu adalah kebenaran ilmiah yang sementara, sedangkan kebenaran agama adalah kebenaran absolut.

0 komentar:

Posting Komentar

GUDANG ILMU © 2008 Template by:
SkinCorner