ILMU
DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Disusun Oleh : M. Surahmat (932122913)
Berbicara
mengenai ilmu dalam pandangan islam memang mempunyai cakupan yang sangat luas terutama
dalam masalah nilai, etika, kebenaran, kemajuan ilmu dan teknologi bahkan tidak
jarang membicarakan sesuatu hahekat kebenaran dan penciptaan segala sesuatu. Ditengah
ramainya dunia global yang penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
umat islam akan mampu menyamai orang-orang barat apabila mampu menstranformasikan
dan menyerap secara aktual ilmu pengetahuan dalam rangka memahami wahyu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan yang sesungguhnya merupakan hasil
pembacaan manusia terhadap ayat-ayat Allah swt. Jika dipandang dari sisi
aksiologis ilmu dan teknologi harus memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kehidupan manusia. Artinya, ilmu dan teknologi menjadi sarana penting dalam
setiap proses pembangunan sebagai usaha untuk mewujudkan kemaslahatan hidup
manusia seluruhnya.
Menurut
pandangan religius bahwa keberadaan agama islam menjadi sumber motivasi bagi
pengembangan ilmu. Karena di dalam islam terdapat sumber atau dasar hukum yakni
Al-Qur’an dan Al-Hadits dimana di dalamnya terdapat perintah untuk berfikir dan
menganalisis tentang unsur kejadian alam semesta beserta isinya. Sebagaimana firman
Allah dalam surat Ali Imron ayat 190-191
:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي
خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ
فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)
Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal (190). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami,
Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah
Kami dari siksa neraka” (191).
Berdasarkan ayat diatas manusia
diperintahkan oleh Allah untuk berfikir atas penciptaan langit dan bumi. Dengan berfikir inilah kita akan
tahu sebab suatu peristiwa itu terjadi, bagaimana peristiwa itu terjadi, dll. Al-Qur’an menempatkan ilmu dan ilmuan dalam kedudukan
yang tinggi, sejajar dengan orang-orang yang beriman sebagaimana dalam surat Al-Mujadalah:
11.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ
لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
(11)
Artinya
:“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Ilmu pengetahuan dalam islam mendapatkan posisi yang sangat penting,
bahkan Rasulullah saw mewajibkan manusia untuk mencarinya, sebagaimana dalam
sabda beliau yang artinya : “mencari ilmu itu diwajibkan atas setiap mukmin
laki-laki dan mukmin perempuan”. Banyak nash Al-Qur’an yang
menganjurkan manusia untuk menuntut ilmu, seperti wahyu yang pertama kali turun
merupakam ayat yang berkenaan dengan ilmu yakni perintah untuk membaca yang
terdapat dalam surat Al-Alaq ayat 1-5:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ
الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ
(3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
Artinya : 1) bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2) Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. 3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4)
yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. 5) Dia mengajar kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya.
Disamping itu, Al-Qur’an juga menghargai panca indra
dan menetapkan bahwasannya indra adalah pintu menuju ilmu pengetahuan
sebagaimana yang terdapat dalam surat An-Nahl:78.
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ
مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ
وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (78)
Artinya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
Syekh Mahmud Abdul Wahab Fayid mengatakan bahwa ayat
ini mendahuluhan pendengaran dan penglihatan daripada hati disebabkan keduanya
itu sebagai sumber petunjuk berbagai pemikiran dan merupakan kunci membuka
pengetahuan yang rasional. Dengan demikian Al-Qur’an dan Hadits dijadikan sebagai sumber
pengembangan ilmu sampai seluas-luasnya baik ilmu umum maupun ilmu agama. Kedua
sumber hukum tersebut mempunyai peran dalam pengembangan keilmuan-keilmuan dan
yang melatarbelakangi munculnya berbagai ilmu pengetahuan islam seperti ilmu Fiqh, Ushul Fiqh,
Teologi, Tafsir, Tasawuf, dll.
Menurut Imam
Al-Ghazali, sebagaimana dikutib oleh Quraish Shihab, mengatakan bahwa seluruh
cabang ilmu pengetahuan yang terdahulu dan yang kemudian, yang telah diketahui
maupun yang belum, semuanya bersumber dari Al-Qur’an. Kuntowijoyo juga mengatakan bahwa Al-Qur’an menyediakan
kemungkinan yang sangat besar untuk dijadikan sebagai cara berfikir. Cara
berfikir inilah yang disebut dengan paradigma Al-Qur’an atau paradigm islam.
Pengembangan eksperimen-eksperimen ilmu pengetahuan yang berdasarkan paradigma Al-Qur’an
jelas akan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang dilakukan
oleh ilmuan-ilmuan islam terdahulu lewat karya-karyanya yang
dijelaskan dalam bukunya Mehdi Nakosteen, antara lain :
1.
Al-Kindi,
merupakan filsuf yang menulis banyak risalah-risalah ilmiah seperti : Kitab al-Falsafah
al-Dakhilat wa al-Masa`il al-Manthiqiyyah wa al-Muqtashah wa ma Fawqa
al-Thabi`iyyah (membahas kajian filsafat dan berbagai masalah yang
berhubungan dengan logika, muskil, dan metafisika).
2.
Ibnu Sina,
kitabnya yang terkenal adalah Al-Qanun fit-Thibb yang tersusun secara sistematis dalam bidang kedokteran.
3.
Yahya Ibnul Batriq yang telah banyak menterjemahkan banyak karya Plato
dan Aristoteles kedalam bahasa arab.
4.
Ibnu Khaldun, seorang yang ahli teori pendidikan.
5.
Zakariyya Ar-Razi, seorang ahli kimia dan fisika terbesar. Karyanya
ialah Al-Hawi, sebuah ensiklopedia yang luas dalam dunia kedokteran.
6.
Dll.
Dalam hadits juga disebutkan tentang
keutamaan mencari ilmu
yaitu, “Barang siapa menginginkan dunia maka harus dengan ilmu, barang siapa
menginginkan akhirat maka harus dengan ilmu, dan barang siapa menginginkan
keduanya maka dengan ilmu”. Hadits tersebut mempertegas bahwa ilmu menjadi
pengendali dari perkembangan peradaban. Akan tetapi, keterbatasan akal manusia
dalam eksperimentasi ilmu pengetahuan sering berlandaskan trial and error
(percobaan dan kesalahan). Oleh karena itu etika selalu dibutuhkan untuk
menjaga kenetralan ilmu. Ilmu akan lebih sempurna jika diiringi dengan etika
yang diperkuat dengan nilai-nilai religius. Karena kebenaran ilmu adalah
kebenaran ilmiah yang sementara, sedangkan kebenaran agama adalah kebenaran
absolut.
0 komentar:
Posting Komentar